Aletsch Gletscher Jungfrau Region Switzerland
Journey, Mancanegara

Sensasi Alpen di Perut Gunung Jungfrau

Eiger, Monch, dan Jungfrau - Dok. Interlaken Tourism

Ini salah satu perjalanan impian: berkereta menembus tiga gunung, menikmati glacier dan hujan salju di Jungfraujoch, Swiss.

 

Pagi masih kelabu dan matahari sepertinya belum akan muncul. Tanah dan lantai beton yang sebagian masih tertutup salju menjadi basah oleh hujan salju yang jatuh rintik-rintik. Namun peron stasiun kereta Kleine Scheidegg yang tanpa atap ini telah penuh dengan orang-orang yang berpakaian tebal khas musim dingin. Maklum, di akhir Maret ini, suhu udara kota kecil di Swiss ini masih -2 derajat celsius. Sebagian orang-orang ini adalah turis, sebagian lagi adalah para wartawan dari berbagai negara yang khusus diundang untuk pembukaan Alpine Sensation, atraksi wisata baru di Jungfraujoch, stasiun kereta api tertinggi di Eropa. Pengundangnya adalah Jungfrau Railway, perusahaan yang melayani jalur kereta bergerigi dari Kleine Scheidegg ke Jungfraujoch, yang terletak di ‘pundak’ Gunung Jungfrau. Pembukaan Alpine Sensation ini sekaligus untuk merayakan 100 tahun beroperasinya layanan kereta api ini.

Jungfraubahn siap menembus perut Gunung Eiger

Jungfraubahn siap menembus perut Gunung Eiger [Dok. Jungfrau Railway]

Sebelum dibukanya atraksi baru ini pun, Jungfraujoch sudah menjadi destinasi wisata yang sangat populer di Swiss, dengan 500 ribu pengunjung setiap tahun. Sebabnya, tak lain, karena pemandangan spektakuler yang ditawarkannya. Dari stasiun kereta Jungfraujoch yang ada di dalam gunung, dengan naik lift, kita akan sampai ke resto Berghaus (artinya: ‘rumah di atas awan’) yang dibangun tahun 1924. Di atas resto ini ada sebuah toko suvenir. Di atasnya lagi ada stasiun pengamatan cuaca yang dibangun tahun 1931, dengan kubah kerennya yang disebut Sphinx.

Dari teras stasiun cuaca ini, saat hari cerah, kita bisa menyaksikan pemandangan spektakuler Aletschgletscher, lapisan salju abadi yang membentang sepanjang 16 kilometer dan menjadi glacier terpanjang di Eropa. Dari pintu lainnya di stasiun cuaca ini, kita juga bisa keluar ke Jungfrau Plateau dan berjalan atas salju hingga ke posisi yang agak tinggi. Dari sini, selain bisa melihat Aletschgletscher dan kubah Sphinx, kita juga bisa melihat puncak Gunung Jungfrau (4.158 mdpl) yang mengepul, yang rasanya seperti tepat di atas kepala.

Sphinx Berghaus dan Aletschgletscher dilihat dari Jungfrau Plateau

Sphinx, Berghaus di bawahnya, dan Aletschgletscher dilihat dari Jungfrau Plateau. [Dok. Jungfrau Railway]

Tak jauh dari stasiun kereta, di dalam gunung, ada Ice Palace. Di istana es yang bersuhu -3 derajat celsius ini semua lorong, ceruk, dan patung-patungnya dipahat dari es. Istana ini dibangun sejak tahun 1934, dan konon beberapa bagiannya ‘bergerak’ dengan kecepatan 15 cm per tahun. Saat musim panas, dari pintu lain di stasiun kereta ini kita bisa keluar ke Snow Fun, sebuah taman salju di mana kita bisa bermain ski, meluncur dengan kereta atau papan ski, atau melayang bergelantungan di atas salju. Jadi, meski musim panas, pengunjung tetap bisa bermain salju seperti layaknya di musim dingin.

Standard
Grindelwald-First Jungfrau Region Switzerland
Journey, Mancanegara

Fly First!

Snowshoeing trekking di atas salju JUngfrau Region Switzerland

Jungfrau Region di Swiss menawarkan banyak wisata uji nyali saat winter. Salah satunya, terbang di atas salju.

 

Tepat pukul 14.05, kereta Berner Oberland-Bahn yang berwarna kuning-biru tua itu bergerak meninggalkan stasiun Interlaken Ost, dengan tujuan Grindelwald. Saya, terus-terang masih agak capek setelah terbang dari Jakarta-Singapura-Zurich sejak semalam, dilanjutkan 2,5 jam perjalanan darat ke Interlaken. Dan begitu baru sampai di Hotel Du Nord tempat kami menginap, host kami untuk media trip ini, Pennie, sudah mengajak kami bertujuh dari Indonesia untuk berkemas-kemas. Kami akan naik kereta gantung dan semacam flying fox di daerah First (baca: ‘first’).  Di hotel ini pula, kami bertemu dengan rombongan media dari Thailand yang berjumlah 5 orang, dan kami bersama-sama berjalan ke stasiun.

8 Puncak Gunung

Saya menjadi bersemangat kembali begitu mulai terlihat lagi rumah-rumah kayu bergaya tradisional Swiss dari kaca jendela tempat saya duduk. Tadi sewaktu bermobil menuju Interlaken dari Zurich, pemandangan rumah-rumah kayu bercat ‘ramai’ ini sudah saya temui, namun sekarang lebih sering lagi di sepanjang sisi rel ini. Dan keheranan saya masih sama, mengapa rumah-rumah yang umumnya bertingkat tiga itu sepi sekali, tidak kelihatan satu pun penghuninya?

Rumah kayu tradisional Swss di Jungfrau Region

Rumah-rumah tradisional Swiss yang full kayu dan jendela-jendela berhias bunga.

Kadang di depan rumah-rumah itu ada mobil parkir, namun tidak terlihat ada orangnya. Ditambah jarak antar-rumah yang berjauhan, saya membatin, pasti sepi sekali rasanya kalau tinggal di pedesaan Swiss. Apakah ini karena tanah negara ini masih luas, ataukah karena jumlah penduduknya yang terlalu sedikit? Sepertinya jawaban kedua lebih masuk akal, mengingat Interlaken yang bisa dianggap ‘kota’ saja, penduduknya hanya sekitar 6.000 orang.

Standard