Tarsier di Pulau Bohol Filipina
Journey, Mancanegara

Si Mata Belo dari Bukit Cokelat

Chocolate Hills bisa dibilang destinasi wisata terfavorit di Bohol. Bukit-bukit kapur kecil itu mengerucut dengan ketinggian 30-50 meter, bertebaran di area yang meliputi wilayah kota Sagbayan, Batuan, dan Carmen. Konon jumlahnya mencapai 1.268 bukit. Bukit-bukit itu tertutup rerumputan dan tanaman-tanaman perdu hijau yang meranggas menjadi cokelat saat musim kering, dan kalau dilihat dari jauh seperti permen cokelat raksasa, sehingga dinamakan Chocolate Hills. Musim hujan di Bohol umumnya terjadi bulan Juni sampai Oktober, dan sekarang bulan Desember. Namun nampaknya belum cukup kemarau karena bukit-bukit itu masih berwarna hijau.

“Kalau ingin melihat bukit-bukit itu berwarna cokelat, paling baik di bulan Maret sampai April,” tutur Mr. Tony, dengan bahasa Inggris yang lancar. Memang, di Filipina ini, rata-rata penduduknya bisa berbahasa Inggris, selain bahasa nasional Tagalog dan bahasa daerah masing-masing.

Chocolate Hills di Sagbayan Peak

Chocolate Hills di Sagbayan Peak yang tidak begitu rapat.

Menurut Tony, masyarakat Bohol mempunyai dua legenda mengenai terbentuknya Chocolate Hills. Menurut legenda pertama, dulu ada dua raksasa yang berkelahi. Selama berhari-hari mereka saling melemparkan tanah dan batu ke lawannya, sampai akhirnya kedua raksasa itu kelelahan. Mereka lalu sepakat melakukan perdamaian, namun bekas-bekas perkelahian itu mereka ditinggalkan begitu saja, dan menjadi bukit-bukit Chocolate Hills.

“Tapi ada legenda lain yang lebih populer,” tutur Tony. “Zaman dulu, konon ada seorang pemuda raksasa bernama Arogo, yang jatuh cinta kepada gadis manusia bernama Aloya. Saat Aloya meninggal, Arogo tak henti-henti menangis, dan air matanya berubah menjadi bukit-bukit itu, sebagai bukti cintanya kepada Aloya.”

Setelah mobil berjalan menanjak –sebenarnya kami tengah menaiki salah satu bukit itu– kami sampai di pintu masuk taman rekreasi Sagbayan Peak. Beberapa kubah kawat setinggi 3 meter ada di sisi kiri kami, tapi karena sudah terlalu excited untuk melihat keseluruhan bukit, kami menapaki jalan beton yang menuju puncak bukit kecil lainnya. Bukit setinggi kira-kira 50 meter ini sepertinya khusus dijadikan ‘menara pandang’. Dari sini, terbentang pemandangan bukit-bukit hijau menyembul di depan, kanan-kiri dan belakang kami. Di depan jauh sana kami bisa melihat laut Selat Bohol dan garis Pulau Cebu. Di depan bawah sana, segaris jalan aspal menyilang dari kiri ke kanan, dengan beberapa rumah di pinggirnya. Di samping dan belakang rumah membentang sawah yang dihiasi pohon-pohon kelapa. Beberapa rumah tampak ada di belakang, tepat di kaki bukit kecil. Suasananya sangat sepi.

Hari masih mendung, dan yang kurang ‘sempurna’ dari pemandangan di sini adalah bukit-bukitnya tidak rapat dan banyak, melainkan memencar sendiri-sendiri di berbagai sisi, sehingga kurang spektakuler secara fotografi. Jadi kami tak berlama-lama di sini.

Si Mata Belo

Kami hampir saja melewatkan kubah kawat yang ada di samping loket masuk Sagbayan Peak kalau saja Mr. Tony tidak bilang bahwa di dalam kubah itu ada tarsier. Mendengar kata ‘tarsier’, kami seperti tersengat kegirangan. Itu lho, hewan primata kecil yang matanya super-belo! Orang lokal Bohol menyebut tarsier dengan mawmag atau mamag.

Standard

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *