Palawan Crocodile Farm Puerto Princesa The Philippines
Journey, Mancanegara

Makan Buaya di Puerto Princesa

Iwahig Prisoner & Penal Farm yang kami kunjungi adalah sebuah ‘penjara tanpa dinding’, dan memang para Bang Napi yang ditahan di sini tidak dikurung di balik jeruji besi. Mereka boleh bercocok tanam di ladang, membuat kerajinan tangan untuk dijual, dan disediakan asrama sederhana, hingga masa hukuman mereka selesai. Konon tidak ada juga napi yang berusaha kabur dari kompleks yang luas ini. Sebab kalau mereka tertangkap lagi, masa hukumannya akan ditambah menjadi dua kali lipat.

Tapi kami di sini hanya sebentar karena hari sudah sore. Dan lagi-lagi, saya tidak sempat nanya apakah ada sisig buaya atau tidak di sini. Lupa lagi deh.

Iwahig Prisoner and Penal Farm Palawan, Filipina

Hasil kerajinan para narapidana di Iwahig Prisoner and Penal Farm.

Setelah kembali ke kota Puerto Princesa, ibukota Propinsi Palawan, kami makan di Kalui Restaurant. Restonya mengingatkan saya pada resto-resto tradisional Sunda, dengan interior yang didominasi kayu, bambu, serta beratap rumbia. Di berbagai sudut terpajang berbagai lukisan cat air maupun cat minyak, yang umumnya menggambarkan kehidupan masyarakat nelayan. Maklum, kota ini terletak di tepi pantai. Kami juga mesti melepas sepatu sebelum masuk resto.

Saat makan ini, saya sempat searching mengenai kemungkinan mampir ke klub atau bar yang ada di kota ini, setelah makan malam selesai. Satu nama yang muncul adalah Kinabuch, sebuah klub hip dengan live music dan berbagai makanan khas Palawan, di antaranya… sisig buaya!

Tapi… tidak ada teman yang berminat untuk hangout malam ini. Sepertinya mereka –dan saya juga– sudah kecapekan karena full 24 jam di jalan. Dimulai dari naik pesawat dari Jakarta menjelang tengah malam kemarin, sampai di Manila tadi pagi, dilanjut terbang ke Palawan. Kami hanya sempat menaruh koper di Hotel Centro tempat kami menginap, dilanjut mengunjungi beberapa destinasi, sampai malam ini. Ya sudahlah, mungkin belum jodoh saya untuk bisa makan sisig buaya, yang bayangan bentuk makanannya seperti apa saja saya tidak tahu.

Kalui Restaurant, Puerto Princesa, Palawan, Filipina

Kalui Restaurant yang nuansanya mirip resto sunda.

Tamilok Si Tukang Ngebor

Pukul 6.30 pagi kami sudah bergerak meninggalkan hotel, karena kini kami menuju destinasi yang agak jauh, Underground River. Ini destinasi wajib kunjung kalau ke Palawan, dan berlokasi tak jauh dari kota Sabang, 2 jam berkendara ke utara dari Puerto Princesa.

“Nanti di Sabang jangan lupa untuk mencicipi tamilok ya, salah satu cemilan tradisional kami,” kata Lawrence. Eh, makanan apa lagi nih, pikir saya. Sisig saja belum kesampaian makan, sudah ada PR baru lagi, hahaha!

“Tamilog atau tamilok?” tanya saya.

“Tamilok. Itu, sejenis cacing yang hidup dengan makan kayu kapal atau kayu pohon bakau. Orang-orang di sini, terutama kaum lelaki, memakannya dengan cuka atau air jeruk nipis, buat aphrodisiac.”

Standard

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *