Kawah Ratu Gunung Salak
Indonesia, Journey

Jalan Panjang ke Kawah Ratu

Kami menembus hutan yang agak rapat dan lembab serta terus menanjak. Di depan kejauhan sana terlihat garis punggungan gunung, dan di kanan kami, di atas pohon-pohon yang rapat, terlihat asap putih mengepul. Itu pasti asap dari Kawah Ratu, pikir saya. Tapi mengapa kami mengambil arah yang berbeda? Apakah mesti ke puncak gunung di depan kami itu agar bisa melihat jalur treking di bawah? Bukankah kalau mau ke puncak Gunung Salak dari jalur treking tadi HARUS melewati Kawah Ratu dulu?

Boy punya keraguan yang sama. “Sebaiknya kita tidak meneruskan melalui jalur ini. Bisa-bisa nanti kita tambah tersesat, dan tidak bisa pulang. Kita balik ke tempat kemping tadi saja,” sarannya.

Kami pun memutar langkah lagi. Dan ternyata, untuk kembali ke tempat kemping saja kami beberapa kali tersesat. Untung, potekan-potekan ranting pakis yang tadi saya buat itu bisa kami temukan, dan menolong kami kembali ke tempat awal kami. Kami pasti lebih tersesat lagi kalau memaksa naik hingga ke punggungan gunung jauh di depan sana.

Begitu balik ke tempat kemping, saya cek kaki dan sepatu. Begitu membuka ujung celana kaki kiri, aaahh… seekor lintah yang gemuk tengah menyedot darah saya di batas antara betis dan kaus kaki! Saya buka kaki kanan, ya ampuun, ternyata di situ juga ada satu lintah yang gemuk! Saya garuk kedua lintah itu dengan bergidik memakai ranting kering. Aduh, mengapa mereka bisa masuk ya, padahal saya memakai celana panjang? Saya cek kedua sepatu hingga ke dalam-dalamnya. Untung tidak ada lintahnya.

Daripada stres memikirkan mengapa kami bisa tersesat, Boy pun mengeluarkan bekal, untuk membuat kopi dan memasak mi instan. Dia mengeluarkan kompor portabel, tertegun sejenak, kemudian bertanya ke saya, “Mas, kamu bawa korek api?”

Aaaahh!  Dia pasti lupa membawa korek api! Aduuh!

“Bukannya kamu merokok, Mas?” gantian saya bertanya.

“Iya, tapi tadi korek saya habis dan waktu mau beli rokok, warungnya masih tutup.”

Hahaha! Saya tak bisa menahan tawa, antara mangkel dan geli, karena kejadian ini seperti mengulang kisah sewaktu saya mendaki Gunung Sundoro di Temanggung, Jawa Tengah, dua tahun lalu. Waktu itu pemandu saya, Adi, membawa korek, tapi lupa membawa kompor. Akibatnya kami minum kopi pagi dengan cara yang unik: masukkan kopi ke dalam jeriken berisi air, lalu ditutup rapat. Kocok-kocok jeriken itu berulangkali agar kopi melarut. Jadilah… kopi dingin. Hahaha!

Rai, yang mendengar cerita saya, lalu melakukan aksinya. Dia memasukkan coffee mix ke dalam botol air kemasan, tutup, lalu dikocok-kocok. Jadilah… coffee mix dingin. Hahaha! Sejarah kembali terulang.

Masih 3,6 Km Lagi?

Tak terasa kami telah menghabiskan 2 jam di tempat kemping ini. Kami akhirnya memutuskan untuk kembali ke patok yang kami temui sebelum tersesat untuk mengecek lagi jalur treking yang benar dari patok itu.

Penunjuk jarak ke Kawah Ratu Gunung Salak yang salah pasang

Salah pasang penunjuk jarak ke Kawah Ratu. Kekeliruan yang menyedihkan.

Baru saja kami berjalan pulang sekitar 20 meter dan menyeberangi sungai kecil, tanpa sengaja saya yang berada paling belakang menengok ke belakang, dan… astaga! Ada penunjuk jarak di atas pohon! Mengapa tadi Boy tidak melihatnya, padahal pohon itu kelihatan jelas di pinggir jalur treking?

Standard

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *