Gereja Katedral Jakarta dilihat dari Masjid Istiqlal
Indonesia, Journey

Jumat Bersama Maria

Patung Bunda Maria di atas pintu utama Katedral Jakarta

Kulit wajahnya pucat, matanya terpejam. Namun segurat senyum masih tersirat dari wajahnya yang ayu dan teduh. “Semua keturunanku menyebut aku bahagia,” katanya.

 

Rangka-rangka besi, yang biasa disebut steger, berdiri hampir menempel di dinding ruang utama Gereja Katedral di dekat pintu utara. Tampaknya steger ini masih akan dipasang di situ, untuk membantu tukang cat menjangkau bagian dinding katedral yang tinggi. Sebagian cat dinding memang tampak baru, berwarna gading dan biru muda, menggantikan cat lama dengan warna sama namun sudah kusam. Di luar tadi saya lihat juga ada steger lain, dan tampak dinding luar katedral tengah diberi lapisan anti jamur. Warna tembok luar masih sama, abu-abu, namun sebagian kini tampak lebih cerah.

“Sejak sebelum Natal tahun lalu, kami melakukan pengecetan ulang, serta memasang exhaust fan di lubang-lubang angin di atap,” kata Pak Edu, salah seorang pengurus Sekretariat Katedral. Ia menunjuk ke salah satu lubang angin di langit-langit katedral yang tinggi.

Menurutnya, ini renovasi yang cukup besar, yang baru dilakukan lagi setelah renovasi terakhir tahun 1988. Untuk keperluan ini, Museum Katedral di balkon lantai dua pun terpaksa ditutup, karena kabel-kabel jaringan listrik yang ada di bawah lantai kayunya akan dirapikan. Kegiatan-kegiatan yang melibatkan banyak jemaat juga dikurangi. Renovasi yang menelan biaya Rp 4 miliar ini ditargetkan selesai tengah tahun ini, namun ternyata mundur dari yang diharapkan.

Jemaat sedang berdoa di Katedral Jakarta

Seorang jemaat yang datang awal tengah khusyu berdoa.

Saya bukan baru pertama kali ke sini, namun tetap saja masih kagum dengan kemegahan dan kekokohan bangunan yang telah berusia lebih dari satu abad ini. Dan sebenarnya, perjuangan untuk bisa mempunyai gereja Katolik di Hindia Belanda (Indonesia) itu tidak diperoleh dengan mudah, melainkan melalui perjuangan para imam selama satu abad sebelumnya! Hal ini berawal ketika pimpinan gereja Katolik di Roma mendapat persetujuan dari Raja Louis Napoleon di Belanda untuk mendirikan prefektur apostolik di Hindia Belanda. Sebagai prefek apostolik I diangkat Pastor Nelissen (1808-1817).

Mei 1808, pastoran pertama didirikan di Batavia, berupa sebuah rumah bambu di tanah yang sekarang ditempati gedung Departemen Agama. Misa pertama dilangsungkan di sebuah gereja darurat, yang letaknya (kini) di dekat tempat parkir Masjid Istiqlal.

Lampu gantung mempercantik repetisi lengkungan langit-langit yang unik.

Dua tahun kemudian, 2 Februari 1810, ketika Hindia Belanda di bawah pemerintahan Gubernur Jenderal Daendels, baru bisa didirikan sebuah gereja Katolik permanen di Jalan Kenanga, Senen. Di gereja ini pula, Sir Thomas Stamford Raffless, yang memerintah Hindia Belanda beberapa tahun kemudian, pernah menjadi orangtua baptis untuk seorang anak perempuan.

Sayang, 27 Juni 1826 gereja ini terbakar habis bersama 180 rumah pedagang Tionghoa di Pasar Senen. Karena sejak semula tidak memiliki hak atas tanah dan bangunan gereja, Dewan Gereja Katolik tidak bisa membangun lagi gereja di bekas kebakaran ini ketika ahli waris pemilik tanah itu menolak menjual tanahnya. Untungnya, oleh pemerintah Belanda, Dewan diberi kesempatan membeli tanah di Lapangan Banteng –di tanah yang ditempati Katedral sekarang– yang waktu itu di atasnya telah berdiri bangunan bekas kediaman Jenderal De Kock.

Segera kemudian dibuat denah gereja baru, namun sayangnya tidak pernah terealisasikan karena kebutuhan dananya terlalu besar. Akhirnya bangunan yang sudah ada dirombak agar bisa dipakai sebagai gereja. Gereja yang panjangnya 35 meter dan lebar 17 meter ini pada 6 November 1829 diberkati oleh Mgr. L. Prinsen Pr. dan diberi nama Santa Maria Diangkat ke Surga (The Church of Our Lady of the Assumption). Tanggal 1 Mei 1843 diadakan misa pontifikal pertama di sini, dan sejak itu gereja Katolik ini berstatus Katedral, yakni sebuah gereja yang mempunyai kathedra (takhta) dari uskup setempat.

Kokoh Tapi Ambruk

Sejalan dengan berkembangnya misi Katolik di Hindia Belanda, terutama sejak masuknya imam-imam dari Ordo Jesuit (Serikat Yesus), katedral ini makin berkembang dan membutuhkan renovasi. Tanggal 9 April 1870, katedral dipugar dan dibuatkan menara baru di bagian depan gereja.

Standard

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *