Journey, Mancanegara

Bertemu Wajah Sendu Helene Sedelmayer

Tampak-depan-Schloss-Nymphenburg

Mengunjungi sebuah istana dengan halaman seluas kota Munich, namun akhirnya saya tenggelam dalam sihir sebuah lukisan.

 

“Sudah sampai di sini, jangan lupa mampir ke Schloss Nymphenburg,” kata teman saya, Ditta, di mana saya menumpang tidur di rumahnya selama tiga hari mengunjungi Munich ini.

Mula-mula saya tidak ‘ngeh’ dengan apa yang dikatakannya. Maklum, tadi seharian saya sibuk mencoba kereta bawah tanah, menjelajahi kawasan kota tua Munich di seputaran Marienplatz, hingga mengunjungi stadion Allianz Arena yang menjadi kandang klub sepakbola Bayern Muenchen. Hingga saat malam, ketika sedang membuka-buka sebuah buku panduan wisata kota yang tergeletak di meja, pandangan saya terantuk pada sebuah foto kecil lukisan seorang wanita muda di halaman buku itu. Dalam balutan baju tradisional Bavaria elegan bernuansa sutera pink dan biru, tatapan matanya yang menerawang ke atas itu menyisakan misteri. Antara kepolosan, kekhawatiran, sendu, keanggunan, bercampur jadi satu.

Air-mancur-utama-depan-Schloss-Nymphenburg

Air mancur utama depan Schloss Nymphenburg yang terlihat dari jalan raya.

Gallery of Beauties ini ada di mana? Aku mau berkunjung,” saya tak tahan untuk menanyakannya ke Ditta.

“Iya itu, di Schloss Nymphenburg!”

Ooh. Berarti saya harus ke sini.

Pagi, sambil menggandeng si sulung Maruscha dan mendorong stroller si bayi Sophia, Ditta mengantar saya ke schloss alias istana itu. Kami cuma sekali naik tram, dan turun di halte di depan istana ini. Dari pinggir jalan raya, mengikuti alur kanal air, di ujung depan sana saya bisa melihat gedung utama istana ini, yang berbentuk kotak kubus bertingkat lima, bercat putih, di belakang sebuah air mancur yang menjulang tinggi. Dari jalan raya ke istana itu sepertinya satu kilometer sendiri, jadi kami mampir dulu ke Kafe Backspielhaus di ujung jalan untuk ngopi dan mengisi perut. Baru kemudian kami berjalan kaki menyusuri pinggiran kanal.

Kalau cuma melihat dengan pandangan mata, kita bisa tertipu. Benar, untuk menuju halaman depannya saja kita perlu berjalan kaki cukup lama. Tapi sebenarnya ini -termasuk keseluruhan bangunan istananya- hanya bagian kecil dari keseluruhan kompleks yang mencakup istana, paviliun, taman, kanal, museum, dan hutan, yang keseluruhannya mencapai 221 hektar. Sebagai perbandingan, luas Taman Mini Indonesia Indah adalah 150 hektar. Saat tanah ini dibeli tahun 1663 oleh Ferdinand Maria, elektor Bavaria (memerintah tahun 1651-1679), luasnya bahkan lebih besar dari kota Munich saat itu.

Schloss-Nymphenburg-alias-Nymphenburg-Palace-di-kota-Munich

Nymphenburg Palace – yakin bisa menjelajahi dalam sehari? [Dok. Schloss Nymphenburg]

Pembelian tanah itu sebagai hadiah untuk istrinya, Henriette Adelaide, di ulang tahun pertama putera mahkota mereka, Max Emanuel. Maklum, mereka menunggu 10 tahun untuk kelahiran pewaris takhta ini. Elektor sendiri adalah sebutan untuk raja yang mempunyai hak pilih dan dipilih sebagai kaisar Holy Roman Empire, gabungan beberapa kerajaan di Eropa Tengah dan Timur.

Henriette akhirnya memilih desain istana musim panas yang dibuat arsitek Agostino Barelli, yang saat itu juga tengah diminta membangun Gereja Theatinekirsche di Munich. Tahun 1664, peletakan batu pertama istana dimulai, begitu juga pembuatan taman belakang. Namun progres pembangunannya lambat sekali karena dananya juga dipakai untuk membangun istana-istana yang lain, dan baru benar-benar dikebut tahun 1670. Akhirnya, tahun 1672 Nymphenburg Palace selesai dibangun. Bangunan istana utama berbentuk kotak kubus berlantai lima -desain yang tidak umum saat itu- diapit oleh bangunan paviliun berlantai tiga di kanan-kiri, dan ketiganya dihubungkan dengan koridor yang sekaligus galeri seni.

Ferdinand-Maria-Henriette-Adelaide-pendiri-Schloss-Nymphenburg

Ferdinand Maria dan Henriette Adelaide.

Pembangunan kompleks istana ini tidak sekaligus, melainkan berlangsung secara bertahap hingga pertengahan abad ke-19, melibatkan lima raja dari Dinasti Wittelsbach ini. Jika dilihat dari udara, kompleks istana yang menghadap ke timur ini berbentuk seperti busur dengan anak panah di tengahnya, dengan bangunan utama istana berada di pusat busur itu.

Standard

4 thoughts on “Bertemu Wajah Sendu Helene Sedelmayer

    • Wahh, coba ditanyain sama temen Mbak Suci itu, apa dia ada darah keturunan Jerman? 😍
      Soalnya beberapa wanita lain yang dilukis di galeri itu juga punya riwayat hidup yang unik-unik, semuanya diceritakan di dalam buku yang aku beli di museum itu (cuma aku nukil 2 orang saja di artikel ini).

  1. Setiap melihat lukisan wajah dan fashion Eropa jaman jadoel itu saya suka termenung. Fashion tastenya sungguh unik bahkan dalam beberapa gaya rasanya rada “aneh” di mata saya. Mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki. No wonder jika sekarang setiap nonton atau melihat foto-foto Paris Fashion Week, selera itu kembali.
    BTW luas dua ratusan hektar gitu enaknya ditelusuri pake otoped atau motor listrik kali ya Mas. Bawa payung lebar, bekal makanan dan minuman berliter-liter hahahaha.

    • Kalau aku itu lebih ke mengagumi sebegitu natural dan hidupnya ya lukisan-lukisan itu, mirip sama orang sekarang yang foto di studio foto.
      Iya sepertinya mesti bawa sepeda listrik buat keliling taman belakang. Orang lokal sendiri kayaknya nggak eksplor semuanya karena luas dan sepiii banget. Pake sepeda juga kayaknya bakal seharian karena banyak paviliun, kapel, labirin, dan tempat-tempat unik lain yang dulu digunakan oleh keluarga raja.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *