Panen tembakau di Gandu Wetan Ngadirejo Temanggung
Indonesia, Journey

Desa-desa Asap

Sumringah petani tembakau Temanggung karena harga tahun ini naikMusim ini para petani tembakau di Temanggung bisa lebih gembira, karena hasil panen mereka bagus dan dihargai lebih tinggi.

 

“Kressh… kressh… kressh…”

Suara gobang memotong daun-daun tembakau terdengar renyah di pagi itu. Tiga lelaki, masing-masing duduk di sebuah bangku kayu di ruang tamu rumah, seperti berlomba merajang daun-daun tembakau yang terlihat masih banyak menumpuk di ruang belakangnya. Mereka mengambil 10 lembar daun tembakau yang sudah menguning –karena telah disimpan 3 hari 3 malam– mereka gulung, lalu dipotong melintang menjadi dua. Kemudian dua potongan itu dimasukkan ke dalam alat kayu seperti guillotine mini. Dengan ditekan sedikit ke depan memakai tangan kiri, tumpukan daun itu dipotong melintang dengan ayunan gobang, dan hasil rajangannya jatuh menumpuk ke lantai.

Merajang tembakau memakai gobang di Temanggung

Merajang tembakau dengan si gobang yang berat.

Ketepatan mereka dalam membuat rajangan sungguh mengagumkan. Rata-rata lebar rajangan itu hanya 2 milimeter saja. “Kalau terlalu lebar nanti keringnya lama,” kata Bukhori, salah seorang perajang. “Padahal diharapkan tembakau yang dirajang pagi hari itu bisa kering nanti sore.”

Sesekali Bukhori dan dua temannya berhenti untuk mengasah gobang dengan batu asah. Bentuk gobangnya menarik, seperti pisau besar yang digunakan oleh pemotong daging. “Gobang ini harganya bervariasi,” tambah Bukhori. “Yang saya pegang ini Rp 100 ribu. Tapi ada juga yang sampai Rp 250 ribu.” Saya mencoba mengangkatnya. Waduh, berat juga. Mungkin beratnya sekitar 1 kilogram.

Seorang pria lain mengatur rajangan daun tembakau yang berbentuk seperti mie itu agar lebih menyebar ke lantai, lalu dia menaburinya dengan gula pasir halus. Di beberapa tempat lain, kadang digunakan gula pasir cair yang disemprotkan dengan alat penyemprot. Para petani tembakau mencampur tembakau dengan gula itu untuk memperoleh warna cokelat tua, dan juga untuk menambah berat saat ditimbang.

Empat wanita yang ada di halaman depan secara bergantian mengambil tembakau yang sudah ditaburi gula ini, lalu mengaturnya menjadi lapisan tipis di atas rigen –alat menjemur tembakau dari anyaman bambu– yang berukuran 1 x 2 meter. Cara mengaturnya unik. Tiap rigen dibagi menjadi enam lajur tembakau rajangan, tiga di antaranya berisi rajangan-rajangan pendek dari bagian ujung dan pangkal daun. Tiga lajur lainnya berisi rajangan-rajangan yang panjang. Nanti setelah dijemur sehari, terus didiamkan semalam, lalu diangin-anginkan lagi esok sorenya, maka tiga rajangan pendek itu akan dimasukkan sebagai pengisi ke dalam rajangan-rajangan panjang. Tiga lajur itu lalu digulung dengan tangan untuk membentuk gulungan tembakau, yang kemudian dimasukkan keranjang dan diikat, siap dibawa ke gudang tembakau.

Rajangan tembakau ditaruh dalam rigen atau para-para untuk dijemur

Rajangan tembakau ditaruh di atas rigen atau para-para untuk dijemur.

Aktivitas di rumah kakak Bukhori di Desa Gandu Wetan, Kecamatan Ngadirejo, Temanggung – Jawa Tengah pagi ini hanya satu bagian kecil dalam mata rantai bisnis tembakau di Temanggung. Tak hanya di desa ini saja yang sekarang sedang sibuk memanen tembakau. Desa-desa lain di Kecamatan Ngadirejo, yang terletak di kaki Gunung Sundoro, juga tengah panen. Misalnya saja di Desa Tegalrejo, Jumprit, Pringapus, hingga desa-desa di lereng gunung yang sudah mendekati wilayah Kabupaten Wonosobo. Bulan Agustus memang masa panen kebun-kebun tembakau di wilayah Gunung Sundoro dan Gunung Perahu. Baru bulan September nanti menjadi masa panen tembakau daerah-daerah di lereng Gunung Sumbing, arah tenggara Gunung Sundoro.

Standard