Bali mempunyai 15 jenis salak, dengan pusatnya berada di Kabupaten Karangasem.
Pohon-pohon salak berjejer rapi di kanan-kiri jalan kampung yang kami lalui. Tanaman dengan batang-batang berduri itu hanya dipagari batang-batang bambu. Gerumbul buah salak bermunculan dari tiap pohon, dibungkus serabut-serabut seludang (kantung bakal buah) yang sudah tercerai-berai karena tak mampu lagi menahan buah salak yang makin membesar.
Saya dan Nana Wahyuni mengikuti langkah I Made Sujana (42), sang pemandu, masuk ke kebun salak milik I Made Dana Andi, yang punya 520 pohon salak. Kami sengaja datang dari Amlapura, ibukota Kabupaten Karangasem, diajak Nana yang bekerja di Dinas Komunikasi dan Informasi Kabupaten Karangasem. Kami naik motor selama 1 jam ke Banjar Dukuh ini, menyusuri jalan berliku dan menaik, sampai akhirnya tiba di dusun yang terletak di Desa Sibetan, Kecamatan Bebandem ini.
Ketinggian Banjar Dukuh ini 500-600 meter di atas permukaan laut, sangat cocok untuk budidaya tanaman salak. Tadi di sepanjang jalan pun saya disuguhi pemandangan kebun-kebun salak, mobil-mobil bak terbuka membawa salak, serta para wanita yang memanggul keranjang salak untuk dijual ke pasar. Nana membawa saya ke Dukuh karena di sini terdapat tur agrowisata dan treking di kebun salak, serta pabrik wine salak sau-satunya di Bali. Ternyata, Made Sujana itu dulu satu kelas dengan Nana sewaktu di SMA. Jadi kunjungan ini sekaligus seperti reuni dadakan.
Menurut Sujana, Bali mempunyai 15 jenis salak lokal, yakni salak gula pasir, salak nanas, salak gondok, salak nangka, salak cengkeh, salak kelapa, salak injin, salak embadan, salak getih, salak bingin, salak mesui, salak biji putih, salak maong, salak penyalin, dan salak gading. Namun yang paling banyak ditanam adalah 5 jenis salak pertama. Salak gula pasir merupakan salak unggulan karena rasa dan kualitas buahnya berbeda dengan jenis salak yang lain.