Salak Bali dari Dukuh Sibetan Kabupaten Karangasem
Indonesia, Journey

Salak Para Dewa

Kami merunduk dan mengendap-endap saat memasuki kebun salak, dengan pelepah-pelepah pohon salak berduri berseliweran di atas kepala. Sujana, yang juga sudah berkebun salak sejak 1997, menemukan salak masak yang telah jatuh dan dia mengupasnya.

“Ini salak nanas,” tuturnya, menunjukkan daging salak yang kekuningan, lalu mencium baunya. Aroma manis nanas berbaur dengan air buah dan rasa sepet begitu saya menggigitnya.

Salak Gula Pasir, salah satu jenis Salak Bali

Salak Gula Pasir yang paling manis, karenanya paling mahal.

Sujana mengambil satu salak lagi yang sudah jatuh.

“Ini salak gula pasir.”

Dia mengupas salak itu. Wow, daging buahnya putih susu. Begitu digigit, terasa lebih tebal, lebih manis, tidak berair, dan tanpa rasa sepet! Kata Sujana, rasa manis ini bahkan sudah ada sejak salak masih muda. Kualitas ini tak dimiliki jenis salak lain, sehingga para petani menyebutnya ‘salak super’.

Tapi, bagaimana cara Sujana membedakan salak-salak itu?

Salak Nangka Salak Bali Kabupaten Karangasem

Salak Nangka terlihat dari buahnya yang kuning seperti nangka.

“Kami hanya bisa membedakan dari aroma, setelah mengupas buahnya. Cuma pemiliknya tentu tahu mana yang pohon salak nanas atau salak lain, karena dia hafal letak pohon-pohonnya.”

Di kebun ini, yang ditanam umumnya salak nanas, meski harganya lebih murah. Namun salak gula pasir, yang baru dikenalkan ke petani tahun 1994, mulai banyak ditanam karena nilai ekonomisnya jauh lebih tinggi.

Salak merupakan buah musiman dan berbuah dua kali setahun. Setiap pohon bisa menghasilkan 2-4 tandan salak, masing-masing berisi 22-36 buah. Panen raya, di mana produksi buah melimpah, berlangsung Januari-Maret. Tiap pohon salak menghasilkan 4-6 kg salak. Karena melimpahnya buah, kadang harga jual ke pengepul (pengumpul) hanya Rp 2.500-3.000 per kg. Saat panen gadu, yakni Juli-Agustus, tiap pohon hanya menghasilkan sekitar 2 kg, dengan harga Rp 4.000 per kg. Nasib yang lebih bagus dialami salak gula pasir. Saat panen raya harganya Rp 10.000-15.000 per kg, sementara jika di luar panen raya bisa Rp 30.000 per kg.

Salak Cengkeh, dikenali dari warnanya yang kecokelatan dan dan rasanya yang mirip cengkeh.

Sujana menyodorkan lagi dua jenis salak yang berbeda. Yang satu warna kulit buahnya lebih hitam, lebih kecil, dan lebih bulat. Ketika dikupas, daging buahnya berwarna cokelat.

“Ini salak cengkeh,” jelasnya.

Saya gigit, hmm, lebih renyah, sedikit sepet, dan bau cengkeh segera menyebar di mulut. Salak satunya lagi, yang daging buahnya kuning mirip salak nanas, ternyata salak nangka. Begitu saya gigit, tercium aroma nangka yang lembut dan manis.

Standard

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *