Perjalanan yang tak sampai-sampai, kereta yang bolak-balik antara dua stasiun, orang-orang yang diam tak bicara…
Sabtu pagi, 16 Januari 2010, pukul 7.10
Saya bergegas naik mikrolet M16 jurusan Pasar Minggu untuk mengejar KRL yang akan ke Bogor dari Stasiun Kalibata. Sebenarnya, dari Stasiun Tebet ada kereta Pakuan Ekspres yang ke Bogor, namun baru tiba di Tebet pukul 8 lebih, jadi saya tak mengambil pilihan ini. Mengapa? Karena saya buru-buru hendak ke Sindangbarang, meliput acara Seren Taun. Ini adalah Seren Taun yang kelima kalinya, dan belum sekalipun saya sempat ke sini. Jadi kali ini saya harus datang.
Perayaan yang berlangsung sejak Kamis ini tinggal menyisakan 2 hari lagi sebelum acara puncak besok Minggu. Hari ini acaranya pecah kue (membagi-bagikan kue kepada para penduduk), dan ngarak munding (mengarak kerbau) untuk dijadikan kurban. Acara berlangsung mulai jam 8 pagi. Jadi dengan berangkat sepagi mungkin dari Jakarta, saya berharap masih bisa meliput prosesi acara, meskipun mungkin hanya sebagian saja.
Tadinya saya hendak ke Sindangbarang bersama Vivi, tapi pagi-pagi dia SMS, katanya sakit perut, jadi batal ikut. Jadi saya sekarang jalan sendirian. Saya sampai di Stasiun Kalibata pukul 7.28, dan setelah membeli karcis, saya langsung naik begitu ada kereta ekonomi jurusan Depok masuk stasiun. Ya, saya tahu kereta ini tidak akan sampai Bogor, melainkan Stasiun Depok Lama. Nanti saya akan nyambung lagi kereta lain yang akan ke Bogor. Mudah-mudahan bisa sampai ke Bogor lebih pagi daripada kalau memakai Pakuan, harapan saya.
Terus-terang saya tidak melakukan kebiasaan rutin saya di pagi hari: minum kopi. Saya hanya minum teh dan makan roti bakar, untuk mendampingi minum Panadol karena kepala saya agak sakit. Begitu kena angin pagi yang sejuk, efek obat ini pun mulai terasa. Saya jadi ngantuk. Jadi sepanjang perjalanan, saya antara tidur dan tidak, sambil mendekap ransel berisi tas kamera dan baju ganti, karena saya berencana menginap di Sindangbarang. Tapi ini tak mengurangi kewaspadaan saya, dan saya hampir selalu sadar setiap kali kereta ini berhenti di stasiun yang dilewatinya. Saya sendiri hafal nama dan urutan stasiun kereta dari Kalibata sampai Depok Lama: Pasar Minggu Baru-Pasar Minggu-Tanjung Barat-Lenteng Agung-Pancasila-UI-Pondokcina-Depok Baru-Depok Lama. Dan kalaupun saya tidur, toh nanti pasti terbangun di perhentian terakhir.
Alhamdulillah, akhirnya saya sampai di Stasiun Depok Lama dengan selamat, dan bersama para penumpang lain turun, lalu saya duduk di kursi peron, menunggu kereta lain yang akan ke Bogor. Eh, tidak disangka-sangka, dari arah Jakarta masuk kereta Pakuan jurusan Bogor. “Aduh, kalau tahu begini, mendingan saya tadi naik Pakuan dari Tebet,” dalam hati saya mengeluh.
Saya menunggu, dan menunggu lagi, sampai akhirnya datang juga kereta ekonomi yang ke Bogor. Kali ini keretanya agak penuh, jadi saya berdiri, dan ransel saya taruh di tempat barang di atas kepala. Namun ini tak lama, karena seorang penumpang wanita di depan saya kemudian hendak turun di Stasiun Citayam. Saya lalu duduk dan minta tolong seorang pemuda untuk mengambilkan ransel saya. Ransel saya pangku dan peluk, dan saya pun meneruskan kantuk saya. Saya hafal nama dan urutan stasiun antara Depok Lama dan Bogor: Depok Lama-Citayam-Bojonggede-Cilebut-Bogor. Jadi, mudah-mudahan 30 menit lagi sampai di Bogor….
Perasaan saya, semuanya normal-normal saja, ya penumpangnya, ya keretanya. Dan lamat-lamat, antara sadar dan tidur, saya mendengar kereta api berhenti dua kali. Dengan kata lain, berhenti di Stasiun Bojonggede dan Cilebut, dan tinggal menuju stasiun tujuan akhir saja, Bogor.
Baru di sinilah keanehan terjadi.