Saya merasa, kereta ini kok melewati stasiun dan stasiun lagi, ya? Perasaan, kereta berhenti, lalu jalan lagi, lalu berhenti, jalan lagi… Bukannya tinggal satu stasiun saja?
Meskipun tidak paham dengan ‘fenomena’ ini, otak saya yang setengah ngantuk masih bisa berpikiran waras. Let’s see. Berdasarkan pengalaman, saat berhenti di stasiun terakhir (Bogor), kereta akan parkir lama, karena menunggu untuk mengangkut penumpang yang hendak ke Jakarta. Kalau kereta cuma berhenti sebentar-sebentar, artinya belum sampai Bogor, bukan? Saya pun kembali tidur-tidur ayam, sambil berharap kali ini benar-benar Stasiun Bogor….
Saya terbangun ketika kaki saya terdesak-desak oleh sebuah benda, yang ternyata dua buah keranjang bambu kosong dengan sebuah pikulan di atasnya. Oh, ini pasti keranjang pisang atau jambu, yang biasa dibawa abang-abang penjual buah yang naik KRL. Keranjang itu mendesak-desak kaki saya karena tersenggol para penumpang yang siap-siap keluar, sementara si abang pembawa keranjang itu, entah sejak kapan, duduk tepat di samping kiri saya.
Gelagapan karena kondisi yang ramai di kereta, sementara nyawa saya sendiri belum kumpul karena tadi ternyata ketiduran, saya bertanya ke si abang, “Ini sudah sampai Bogor ya?”
Baru saja bertanya, handphone saya bergetar, dan di sana terdengar suara Fita, teman saya yang tadinya janjian mau ketemu juga di Sindangbarang. “Mas Teguh kok susah banget dihubungi? Fita mau bilang…” suaranya terputus.
Kembali ke si abang, bukannya menjawab, dia malah nanya, “Lho, Mas mau kemana?”
Saya tak menjawab pertanyaannya karena saat saya celingukan memandang keluar jendela kereta, mata saya terantuk pada papan nama stasiun, dan ternyata sekarang kereta ini berhenti di stasiun… bukan Bogor, melainkan… DEPOK BARU!
Saya terhenyak dan mulai sport jantung. Ini pasti gila! Tidak mungkin!
Tanpa memperdulikan keheranan si abang, saya langsung berdiri dan melompat keluar dari pintu di samping kanan saya. Saya tak habis pikir, dan sekuat tenaga mengumpulkan nalar saya untuk menganalisa kejadian ini. Ini Depok Baru? Kok bisa? Artinya, dari tadi saya berkereta hanya bolak-balik Depok Lama-Depok Baru-Depok Lama-Depok Baru? Tidak mungkin. Lhah, penumpang yang turun di Citayam tadi? Bukannya dia manusia yang ‘normal’? Begitu juga pemuda yang mengambilkan ransel saya?
Atau saya sebenarnya sudah sampai Bogor, tapi kemudian terbawa lagi kereta yang sama hingga sampai Depok Baru ini? Saya melihat jam, sekarang pukul 9:40. Tapi agak susah mengkalkulasi benar-tidaknya saya terbawa kembali ke Jakarta, karena beberapa sebab. Pertama, saya tidak ingat jam berapa saya naik kereta sambungan dari Depok Lama ke Bogor. Kedua, kalaupun saya tertidur, saat di Bogor kan kereta akan parkir lama, jadi seharusnya saya bisa terbangun, atau dibangunkan orang lain. Dan, perasaan, tadi keretanya hanya berhenti sebentar-sebentar kok. Dan lagi, kenapa Fita bilang susah menghubungi saya, padahal handphone saya selalu on?
Dan, hei, ada satu lagi keanehan lain! Sewaktu saya naik kereta lanjutan dari Depok Lama, saya ingat betul, saya duduk menghadap ke barat, di sebelah kanan saya pintu, dan kereta berjalan ke selatan. Artinya, ‘menarik’ SISI KIRI badan saya. Kalau saya sudah sampai ke Bogor dan terbawa lagi ke arah Jakarta oleh kereta yang sama, seharusnya kereta bergerak menarik SISI KANAN badan saya, karena kereta tidak bisa melakukan U turn di Stasiun Bogor. Lagipula, kereta mempunyai dua loko. Saat ke Bogor, kereta menarik dengan loko yang ada di depan. Saat balik ke Jakarta, gantian loko yang di bagian ekor yang menarik.Tapi kok tadi kereta ini tetap bergerak menarik SISI KIRI badan saya? Apa saya pindah kereta? Tidak mungkin. Apakah… aduh, otak saya tetap tidak bisa mencerna keanehan ini. Dan, sebentar, apakah sekarang saya benar-benar di Stasiun Depok Baru? Bukan di stasiun ‘maya’?
Tepat di saat itu terdengar suara dari speaker. “Perhatian, kereta api AC Ekonomi tujuan Bogor akan segera memasuki stasiun di jalur…” dan seterusnya. Perasaan, saya berdiri di sisi peron sebelah barat, jadi begitu kereta datang, saya sebetulnya bisa langsung naik. Tapi kali ini saya mesti cek dan ricek ‘perasaan saya’ itu.
Saya bertanya kepada satpam penjaga karcis yang berpakaian batik. “Pak, kereta yang ke Bogor nanti lewatnya di sini kan?”
Mau tahu jawabannya?