Sekarang kami mengulangi rute ini lagi, tapi hanya sampai di persimpangan yang disebut Pertigaan Samad. Dari situ kami akan memotret matahari terbit, dilanjutkan dengan treking menyusuri tepi patahan Gunung Mungal menuju jalan aspal Penanjakan yang ada di ujung barat laut.
Spot Sunrise Baru
Hampir satu jam bermotor, kami akhirnya sampai di pertigaan ini. Hari masih remang tanah, dan para driver serta pemandu kami memarkir motor, lalu asyik mengobrol sambil merokok. Mereka tetap menyelimutkan sarung yang diikat di leher mereka untuk melawan dingin. Saya dan Donny menuruni bukit, mencari lokasi untuk menyiapkan kamera, mengantisipasi terbitnya matahari. Di depan kami, sekitar 200 meter tegak lurus ke bawah, membentang lembah luas, tertutup seluruhnya oleh kabut putih yang menggenang layaknya kapas raksasa. Ujung lembah ini di kejauhan sana adalah bayangan Gunung Widodaren yang melengkung memanjang dari selatan ke barat lalu ke utara, menyambung ke Gunung Bromo yang puncak kawahnya mengepulkan asap kelabu tak henti-henti, dan berakhir dengan Gunung Batok yang berbentuk seperti kerucut terpotong.

Matahari menyembul di antara Gunung Batok dan Gunung Bromo.
Semburat oranye cahaya matahari yang membias dari belakang Gunung Batok akhirnya makin lama makin terang, dan sang surya yang kami tunggu-tunggu pun muncul sempurna dari gigiran utara gunung itu dengan warnanya yang keemasan. Perlahan cahaya terangnya mengusir genangan kabut yang ada di bawah kami.
Menurut saya, melihat sunrise dari titik kami ini lebih indah daripada kalau melihatnya dari Bukit Cinta di Penanjakan. Tapi tentu saja, kalau yang dicari efek bias cahaya mataharinya supaya bisa melihat Gunung Batok, Gunung Bromo, dan Gunung Semeru berderet ke belakang, di titik kami dan juga di Bukit Cinta Penanjakan tidak akan mendapatkannya. Orang mesti melihat dari Bukit Kasih –bergeser ke timur dari Bukit Cinta– atau lebih ke timur lagi ke Bukit King Kong atau Penanjakan I.

Para driver kami yang lebih suka bercakap-cakap daripada melihat sunrise.
Keempat pengemudi yang mengantar kami sudah pulang ke Ngadas, dan kini kami tinggal berempat. Saya, Donny, Pak Mul, dan Pak Kliwon. Kami sarapan dan ngopi dari bekal nasi bungkus yang dibuatkan Bu Mul tadi pagi, lalu bersiap-siap untuk treking. Bukit di utara kami dengan jalur treking berupa jalan setapak yang tertutup ilalang adalah tujuan pertama kami. Entah berapa bukit di pinggiran Gunung Mungal ini akan kami daki. Yang jelas medannya bakal naik-turun, tidak datar dan bisa pakai motor seperti Jalan Belanda tadi.
Tapi…