Bibir kawah Gunung Bromo Malang Jawa Timur
Indonesia, Journey

Mencari Lautan Pasir Atas

Begitu kami menuruni bukit, perlahan-lahan cuaca menjadi cerah, dan padang rumput yang terletak di lembah antara Gunung Kursi (2.581 mdpl) dan Gunung Jantur (2.671 mdpl) mulai menghijau. Bukit-bukit kecil di bawahnya –yang sering disebut Bukit Teletubbies– berwarna hijau kekuningan tertimpa sinar matahari. Jalan beton yang menuju ke tengah padang rumput ini, yang kemudian berganti menjadi jalan pasir, terlihat jelas. “Wah, kayaknya Pak Untung memang sakti,” Arif tertawa.

Bukit Teletubbies Gunung Kursi Gunung Bromo Malang

Manusia dan jip terlihat sangat kecil di kaki Gunung Kursi.

Meski puncak Gunung Jantur masih diselimuti kabut, bentang alam di sini sungguh luar biasa. Dinding gunungnya yang tegak seperti berlapis-lapis vertikal. Sementara, Gunung Kursi yang puncaknya datar memanjang, kaya dengan rumput ilalang dan pakis setinggi lutut, tanaman adas yang berbunga kuning, trasinan yang berbunga ungu, serta sesekali edelweis yang masih kecil.

“Mengapa kita tidak naik Gunung Kursi ini saja. Bukankah di balik gunung ini Segara Wedi Anakan?” tanya saya. Pak Pul alias Puliono menggeleng. “Rute dari sini terlalu curam dan jauh, dan di balik gunung ini kita masih naik gunung lagi. Lewat anak tangga Bromo lebih mudah.” Saya kembali melihat print out Google Earth untuk kawasan Bromo, dan memang dia benar.

Jip 4-wheel-drive yang dikemudikan Pak Mulyadi kembali menembus padang rumput, menyusuri rute jalan berpasir yang sesekali digenangi air hujan, hingga akhirnya sampai ke dataran yang seluruhnya terdiri dari pasir: lautan pasir bawah. Bromo yang mengepulkan asap putih berbau belerang ada di sebelah kiri kami, dan bukit-bukit di bawahnya berwarna keperakan, bekas terkena muntahan letusan Bromo beberapa waktu lalu. Sementara di samping kanannya, Gunung Batok (2.470 mdpl) berdiri kokoh seakan tak terpengaruh apapun.

Anak tangga kawah Gunung Bromo

Saking pekatnya kabut, lautan pasir dan ujung bawah anak tangga Gunung Bromo sampai tak terlihat.

Cuaca kembali mendung, dan kabut serta asap belerang dari kawah menyambut kami begitu sampai di dasar anak tangga menuju puncak Bromo (2.291 m dpl). Kami semua terbatuk-batuk, dan segera menutup muka dengan saputangan, yang sayangnya hanya sedikit membantu. Sebab kalaupun bernafas lewat mulut, asap belerang juga masuk dan menyebabkan batuk.

Kami menaiki anak tangga –yang katanya ada 249– dan segera terlihat siapa yang tertinggal di belakang: Purnawan. Meski sering ke Tengger untuk melakukan penelitian, mengirup asap belerang nampaknya baru baginya.

Kawah Gunung Bromo

Kawah Bromo yang tak henti mengepul. Untung tidak sedang batuk-batuk.

Begitu sampai di puncak tangga di bibir kawah, kami mengambil rute belok kiri. Menurut Puliono, “Rute belok ke kanan bisa juga, tapi medannya lebih berat,” terang lelaki berusia 53 tahun yang sudah mulai mengelilingi Tengger sejak usia 17 tahun ini.

Kami berjalan menyusuri bibir kawah yang sisi kanannya dipagari, dan sisi kirinya jurang. Jarak pandang hanya 10 meter ke depan, dan jalur bibir kawah ini lebarnya hanya sekita dua meter, jadi kami mesti berjalan pelan-pelan dan berurutan. Pak Pul paling depan, saya tepat di belakangnya, lalu Arif, Pur, dan Pak Mul paling belakang untuk jaga-jaga. Pak Pul segera meninggalkan kami dengan langkahnya yang cepat, sehingga beberapa kali saya mesti berteriak memanggilnya untuk menunggu kami.

Jalur bibir kawah Gunung Bromo

Pak Pul santai saja melihat jalur yang ‘terputus’ di depannya.

Baru saja berjalan kira-kira 50 meter, saya tercekat. Masalahnya, pagar di sisi kanan saya mendadak habis, dan jalur di depan saya yang tanpa pagar sama sekali ini seperti putus di ujungnya karena tertutup kabut tebal. Waduh, ini saya mesti terus atau tidak? Angin dari sisi kanan kencang lagi. Saya pun menunggu sambil berteriak ‘Woooii’ beberapa kali. Sahutan terdengar dari belakang, baru kemudian mereka muncul. Bayangan Pak Pul kemudian nampak jauh di depan, memanggul kayu berisi bekal.

Standard

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *