Perjalanannya biasa saja, tapi Rhoma Irama berhasil membawa saya kembali ke masa lalu.
Pertemuan yang kuimpikan
Kini jadi kenyataan
Pertemuan yang kudambakan
Ternyata bukan khayalan
Sakit karena perpisahan
Kini telah terobati
Kebahagiaan yang hilang
Kini kembali lagi…
Saya yang tadinya mau tidur, tersentak mendengar syair-syair lagu ini. Apakah ini déjà vu? Rasanya saya pernah mendengar lagu ini ketika saya naik elf jurusan Kalideres-Mauk saat hendak ke Pulau Laki, beberapa bulan yang lalu. Kok sekarang saya mendengar lagu itu lagi? Jangan-jangan… saya naik elf yang sama?
Saya jadi tak bisa tidur setelah mendengar lagu Pertemuan ini. Bukan karena syairnya klop dengan apa yang akan saya alami – bertemu lagi dengan Ella dalam trip ke Pulau Lancang kali ini. Namun karena lagu dangdut yang dinyanyikan Rhoma Irama dan Nur Halimah ini merupakan lagu ‘klasik’ yang sudah saya dengar di akhir era 80-an, sewaktu saya masih di kampung saya di Brebes sana, dan juga saat naik angkot ataupun naik bis antar-kota jurusan Semarang-Tegal sewaktu saya masih kuliah dulu.
Dulu, saat naik bis dan melewati daerah seperti Weleri, Kaliwungu, atau Pekalongan, dan mendengar lagu ini, entah kenapa, rasanya klop sekali dengan suasana yang tergambar di kiri-kanan jalan. Suasana kota kecil yang damai dan tenang, dengan dokar, becak, pasar, serta para pedagang kaki lima berjejeran di trotoar. Salah satunya pedagang kaset yang menarik pembeli dengan memutar lagu-lagu seperti Pertemuan ini.
Bagi para backpacker yang sering menjelajahi pelosok Jawa, pasti juga sering mendengar lagu-lagu dangdut ‘jadul’ seperti ini diputar di dalam angkot maupun di angkutan pedesaan. Dan anehnya kok ya sampai sekarang, sudah bertahun-tahun lewat, bahkan sudah ganti milenium, lagu itu masih saja diputar, bahkan di pinggiran Jakarta ini! Entah apakah ini karena sesuai dengan tipikal orang Jawa yang masih suka terbuai dengan romantisme masa lalu, ataukah sekadar pertanda bahwa lagu-lagu dangdut lama ini memang timeless dan lebih baik mutunya dibanding lagu-lagu yang lebih baru.
Lagu yang mellow dan romantis ini juga seperti menjadi penawar kecewa saya, yang baru berangkat dari Terminal Bus Kalideres jam 8 pagi. Padahal saya sudah janjian mau ketemu Ella –dan juga Marley dan Bolang– di perempatan Mauk jam 9. Sementara, waktu tempuh Kalideres-Mauk sekitar 1,5 jam. Itu kalau elf berjalan cepat. Sayangnya, kali ini elf berjalan pelan sekali, mungkin dengan kecepatan 10 km/jam. Sang sopir tampaknya ikut terbuai oleh lagu yang diputarnya sendiri, sampai dia lupa menginjak pedal gas! Kalau saya lihat wajahnya yang kalem dan sabar, sepertinya dia orang Jawa juga. Jangan-jangan aslinya dari Kaliwungu! Oke lah, demi Bang Rhoma Irama dan kenangan masa lalu, dia saya maafkan. Biasanya sih pasti saya sudah teriak, “Mas! Bisa cepet dikit nggak!?”
[Kalau di Brebes, sindiran untuk angkot atau angkudes yang berjalan pelan sekali –karena mencari penumpang– ini biasanya lebih kasar. Begini: “Mas, ini angkot apa katil!” Katil itu keranda orang mati, yang digotong oleh empat orang. Jadi, seperti katil artinya jalannya pelan sekali, sama dengan berjalan kaki biasa!]
Elf baru mulai berjalan cepat setelah melewati Penjara Wanita Tangerang. Saya, tentu saja, tidak mengerti apa hubungannya.
Sepertinya, seluruh lagu yang diputar dari CD dan dikumandangkan melalui dua speaker active yang sudah ditempeli stiker Michelin dan Repsol ini merupakan karya Bang Haji semua, yang berpasangan dengan Nur Halimah atau Riza Umami. Tidak ada satu lagu pun yang merupakan duet Bang Haji dengan Rita Sugiarto atau Elvy Sukaesih, pasangan sebelumnya.
Setelah lagu Pertemuan, lagu berikutnya berjudul Bahtera Cinta. Syair awalnya begini:
Beredar sang bumi
Mengitari matahari
Merangkaikan waktu
Tahun-tahun berlalu
Namun cintaku takkan pernah berubah
Masa demi masa
Kita berdua takkan pernah berpisah
Baur dalam cinta…