Gunung Klabat dan Gunung Duasudara di belakangnya, dilihat dari jalur pendakian ke Gunung Mahawu
Indonesia, Journey

Pendakian Natal Gunung Mahawu dan Lokon

Di tepi kawah Gunung Lokon, Sulawesi Utara

Kontras dengan suasana Natal yang tenang, dua gunung api dan satu danau di dekat kota Tomohon malah sibuk memasak magma.

 

Sore itu, saya baru saja meletakkan kopor di salah satu bungalow di Volcano Resort, Desa Kakaskasen II, Tomohon. Rasa capai masih mendera karena jam 3 tadi pagi di Jakarta, saya harus ke bandara untuk ikut pesawat yang paling pagi ke Manado. Namun karena cuaca buruk, pesawat itu akhirnya dialihkan dulu ke… Ambon! Rencana untuk sampai di Manado pukul 9 pagi pun kacau, karena kini saya baru sampai Tomohon –kota kecil 30 km baratdaya Manado– menjelang pukul 4 sore.

“Tadi pagi juga ada tamu baru di sini, namanya Stephen. Dia di bungalow sebelah,” kata Franky, sang manajer Volcano, sambil membawakan handuk untuk saya. “Kami nanti mau naik ke Gunung Mahawu, siapa tahu Mas mau ikut.”

Aduh, lagi-lagi naik gunung, keluh saya. Tadi saya sudah melihat Gunung Mahawu dalam perjalanan dari Manado ke sini. Letaknya di sisi timur jalan raya Tomohon, membujur ke selatan. Puncaknya panjang dan datar, seperti puncak Gunung Tangkuban Perahu di utara Bandung. Karena bentuknya yang seperti itu, ditambah tingginya yang hanya 1.324 mdpl, membuat saya mengira itu hanya sebuah bukit. Berbeda dengan Gunung Lokon (1.580 mdpl) yang ada di sisi barat jalan – atau di belakang resort saya sekarang. Bentuknya yang seperti kerucut gemuk, mengingatkan saya pada Gunung Guntur di Garut, Jawa Barat.

Menurut Franky, untuk mendaki Mahawu cuma perlu waktu 1 jam. “Memang kalau dari sini kelihatannya kurang menarik. Tapi dari puncaknya kita bisa memandang puncak-puncak gunung lain di Sulawesi Utara, Laut Sulawesi, pulau-pulau di Taman Laut Bunaken, kota Bitung, juga kota dan Danau Tondano. Pemandangannya bagus sekali, apalagi menjelang sunset.”

Mendengar kata ‘sunset’, mendadak saya jadi ingin ikut. Bagaimana sih, rasanya melihat sunset dari puncak gunung? Jadi, meski saya sebenarnya ke Tomohon untuk melihat perayaan Natal yang masih dua hari lagi, tak ada salahnya saya mengisi waktu dengan aktivitas lain. Toh untuk menuju Gunung Mahawu kami nanti akan melewati pusat kota Tomohon –sekitar 2 km ke selatan– jadi sekalian melihat-lihat suasana kota.

Stephen Epstein sudah bersiap di depan bungalow saya dengan sepatu kets, celana pendek, dan ransel kecilnya. Ia dosen di Victoria University, Wellington, New Zealand, yang tengah berlibur ke Sulawesi Utara ini setelah mengikuti sebuah konferensi di Paris. Sebagai pengajar Asian Studies dan beberapa kali mengunjungi Indonesia, bahasa Indonesianya lumayan bagus.

Kami naik angkot menuju terminal Tomohon, dan karena supirnya menawarkan diri untuk mengantar kami menuju titik awal pendakian, kami pun diantar ke sana, dan turun di pinggir jalan yang menuju Desa Rurukan, sisi selatan Gunung Mahawu. Di sini ada petunjuk arah ke utara menuju puncak gunung, yang masih 2 kilometer lagi. Kami pun berjalan menyusuri jalan aspal yang sedikit menaik itu.

Di kanan kiri kami kini terhampar ladang yang ditumbuhi sayur-sayuran. Saat ini yang tengah ditanam adalah kubis. Di sebelah kanan kami, di kejauhan sana, terlihat Gunung Klabat (1.995 mdpl). Kerucut gunung api tertinggi di Sulawesi Utara itu terlihat cantik membiru. Di belakangnya terlihat dua puncak Gunung Duasudara (1.351 mdpl) yang terletak di Taman Nasional Tangkoko.

Jalan yang kami lalui masih berupa jalan aspal, dan kanan-kiri kami kini berupa hutan yang cukup lebat. Hingga jauh ke depan sana tampaknya masih berupa jalan aspal. Saya, yang mulai berhenti untuk mengatur nafas, merasa heran. Mengapa Franky tadi tidak meminta angkotnya terus mengantar kami hingga ke ujung jalan aspal sana? Kan lumayan, menghemat waktu dan tenaga?

Rupanya saya bertemu dengan pemandu dan teman mendaki yang ‘salah’. Kemudian saya tahu bahwa Franky sudah menaklukkan semua puncak gunung di Sulawesi Utara. Sedangkan Stephen juga sudah mendaki banyak gunung di Pulau Jawa, termasuk Gunung Lawu, Merapi, dan Semeru. Bisa jadi, buat mereka, berjalan kaki menaik sepanjang 2 kilometer ini hanya pemanasan saja!

Akhirnya kami sampai juga di belokan jalan di mana ada gubuk kecil dan jalur treking yang menanjak. Kami mengikuti jalur treking itu. Stephen yang ada di depan sudah lebih dulu menghilang dengan langkahnya yang cepat, sementara langkah Franky tertahan karena dia menunggu saya yang berhenti mengatur nafas. “Sepertinya kita akan ketinggalan sunset,” katanya. Aduh.

Sisa sunet di puncak Gunung Mahawu, Sulawesi Utara

Sunset dari puncak Gunung Mahawu, yang cuma tinggal sisanya.

Benar juga. Setelah menapaki jalur treking dengan kiri-kanan berupa alang-alang yang rapat dan tinggi sekitar 2 meter, sekitar 15 menit kemudian saya sampai di bibir kawah Mahawu. Cuaca masih cukup terang, namun di langit kejauhan sana hanya ada sedikit garis cahaya matahari sisa sunset. Pandangan ke kawah yang diameternya kira-kira 180 meter dan dalamnya sekitar 150 meter itu agak terhalang oleh tingginya ilalang

Standard

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *